Photo : kepala Staf kepresidenan Jendral Purn Moeldoko
DimensiNews.co.id JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyayangkan masih terjadinya kasus korupsi oleh sebagian kepala daerah di Indonesia. Yang lebih menyedihkan lagi, ada sejumlah pelaku yang dari sisi usia masih relatif muda.
“Padahal sebagai generasi muda mereka seharusnya menjadi individu pembaharu. Mengubah dari kondisi buruk menjadi baik, dari cepat menjadi lambat, bukan malah terlibat dalam tindak korupsi. Ini sungguh saya sayangkan,” tandas Moeldoko dalam acara diseminasi Perpres 54/2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dihelat oleh Kantor Staf Presiden (KSP), bersama dengan KPK, Kementerian Dalam Negeri, serta Transparency Internasional, ICW, didukung Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis, 20 Desember 2018.
Pemerintah pun telah menerapkan rambu-rambu untuk menutup peluang korupsi. Diantaranya penerapan e-tilang, e-samsat, e-procurement, e-budgeting dan e-planning. Dari sisi kebijakan, misalnya, Presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, di mana KPK menjadi koordinator.
Selain itu ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bagi koruptor yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri, Presiden Jokowi juga akan menandatangani mutual legal assistance dengan pemerintah Swiss untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring. “Kesepakatan ini tidak untuk menyasar individu tertentu, namun untuk siapa saja yang menyimpan uang korupsinya di sana,” ungkap Moeldoko menjawab pertanyaan wartawan.
Berbagai upaya pemerintah diakui masyarakat internasional yang peduli pada isu korupsi. London Anti-Corruption Summit, menilai, dari 43 negara, Indonesia menjadi negara yang paling berkomitmen dalam upaya pemberantasan korupsi. Ini artinya, di antara negara-negara lain upaya pemerintah Indonesia termasuk paling progresif. Bahkan beberapa negara mulai meniru cara Indonesia.
Sementara itu Edelman Trust Barometer, di tahun 2018, skor average trust in institution Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya, dari 69 ke 71. Survei Nasional Anti Korupsi 2018 dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan tingkat korupsi di Indonesia turun signifikan. Tiga tahun lalu, 70% masyarakat merasa korupsi meningkat dan sekarang turun hanya tinggal 52%.
Hasil ini juga dibarengi dengan pandangan masyarakat yang menilai upaya pemberantasan korupsi semakin efektif. “Jadi, kalau ada yang bilang korupsi sudah stadium 4 tidak menghargai upaya pemerintah, kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi,” tegas Kastaf.
Wakil Direktur UNDP Indonesia, Sophie Kemkhadze menjelaskan, praktik korupsi merugikan masyarakat di seluruh dunia. “Jutaan dollar uang yang semestinya untuk membangun bangsa dan masyarakat hilang dan hanya dinikmati segelintir orang,” ujar Kemkhadze.
Menurut Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sonny Sumarsono, korupsi menghambat percepatan pembangunan dan pelayanan publik yang prima. Padahal semestinya pelayanan umum mesti cepat, mudah, transparan, dan bebas pungli.
Sementara itu pimpinan KPK Saut Situmorang mengapresiasi dukungan kepala daerah yang telah menyuarakan kembali dukungan anti korupsi membawa harapan akan adanya aksi nyata pencegahan korupsi berskala nasional. Walikota Bogor Bima Arya menggarisbawahi, pucuk pimpinan di daerah dan pusat, mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, dan Presiden menjadi tokoh sentral dalam pemberantasan korupsi.
Di akhir sambutan Moeldoko menyampaikan, Presiden Joko Widodo akan memilih daerah yang memiliki sistem pencegahan korupsi paling baik untuk dijadikan contoh daerah lain. Dan menekankan kolaborasi antar lembaga pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan korupsi.
Laporan Wartawan : Darsuli
Editor. : Red DN