Ini Dugaan Korupsi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Yang Dilaporkan MAKI Ke Kejati

  • Bagikan
Koordinator MAKI Boyamin Saiman

BANTEN – Provinsi  Banten  menggunakan  satuan berdasarkan  PP 109/2000,  Pasal 8, Biaya Penunjang Operasional  Gubernur  dan Wakil Gubernur   besarannya dengan standar maksimal sebesar 0,15 persen dari/ kali Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten Tahun 2017 – Tahun 2021, antara  6 – 7 Triliun.

Boyamin Saiman melalui rilis resmi yang di terima media ini menuturkan, Terhitung  dari Tanggal  12  Mei 2017 – sampai  dengan bulan Desember  2021  (4 Tahun 6 bulan )  Biaya Penunjang Operasional Gubernur  dan Wakil  Gubernur sebesar kurang lebih Rp 57.000.000.000 (Lima Puluh Tujuh Milyar).

Biaya penunjang operasional yang diberikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur besarannya yaitu 65% (enam puluh lima persen) untuk Gubernur dan 35% (tiga puluh lima persen) untuk Wakil Gubernur.

Menurutnya,Biaya Penunjang Operasional sebagaimana dimaksud dipergunakan untuk kepentingan  sebagaimana dimaksud sesuai peraturan perundangan, Biaya penunjang operasional  tidak dapat  digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan,  sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ  yang sesuai peruntukannya.

“Biaya  Penunjang Operasional Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten diduga telah dicairkan dan dipergunakan secara maksimal jumlah pencairannya namun diduga tidak dibuat  SPJ yang kredibel sesuai peraturan perundangan sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga diduga Melawan Hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Ayat  (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”ungkapnya.(14/2/2021)

Dijelaskan Boyamin,Bahwa patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor ( take home pay )  dan dan tidak dipertanggungjawabkan  dengan SPJ  yang  sah dan lengkap sehingga dikategorikan sebagai dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp 40.000.000.000 (empat Puluh Milyar) atau dapat lebih kurang atau lebih besar dari jumlah tersebut sepanjang terdapat SPJ yang kredibel.

BACA JUGA :   HAMAS-APRI Serius Perhatikan Peningkatan Sektor Produksi Pangan

PERATURAN- PERATURAN YANG MENDASARI BIAYA PENUNJANG OPERASIONAL :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2000 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Pasal 5
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara.

Pasal 8
Untuk pelaksanaan tugas-tugas kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan:
Huruf h. biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas

Pasal 9
(1) Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut:

a. sampai dengan Rp 15 milyar paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 1,75%;

b. di atas Rp 15 milyar s/d Rp 50 paling rendah Rp 262.5 juta dan paling tinggi sebesar 1%;

c. di atas Rp 50 milyar s/d Rp 100 milyar paling rendah Rp 500 juta dan paling tinggi sebesar 0,75%;

d. di atas Rp 100 milyar s/d Rp 250 milyar paling rendah Rp 750 juta dan paling tinggi sebesar 0,40%;

e. di atas Rp 250 milyar s/d Rp 500 milyar paling rendah Rp 1 milyar dan paling tinggi sebesar 0,25%;

f. di atas Rp 500 milyar paling rendah Rp 1,25 milyar dan paling tinggi sebesar 0,15%.

Berdasarkan PP 109 Tahun 2000, Pasal  8  Huruf h, Biaya Penunjang Operasional sebagaimana dimaksud dialokasikan untuk kegiatan koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan Khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Gubernur dan Wakil Gubernur.

1.  Koordinasi adalah kegiatan yang dilakukan bersama Pemerintah, Pemerintah lainnya, Pemerintah Daerah lain, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa/Kelurahan, masyarakat dan/atau kelompok masyarakat dalam rangka membangun keharmonisan hubungan serta kegiatan lain yang mendukung pelaksanaan tugas Gubernur dan Wakil Gubernur.

BACA JUGA :   Membangun Karakter Berakhlak Mulia, Siswa SMK PGRI 24 Jakarta Biasakan Sholat Dhuha Berjamaah Sebelum Belajar

2.  Penanggulangan Kerawanan Sosial adalah kegiatan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kerawanan sosial yang disebabkan konflik sosial dan bencana alam yang menimpa warga/masyarakat.

3 Pengamanan Wilayah adalah kegiatan pengamanan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan gejolak dan konflik sosial di masyarakat.

4 Kegiatan Khusus Lainnya adalah kegiatan kenegaraan, promosi, protokoler, pemberian penghargaan untuk masyarakat yang berprestasi, kegiatan olahraga, sosial, seni, budaya, keagamaan, penguatan rasa kebangsaan dan persatuan, pemberian bantuan kepada orang dan/atau masyarakat yang mengalami kesusahan/musibah.

PERATURAN PERUNDANGAN  YANG BERPOTENSI DILANGGAR

1. Berdasarkan  UU Nomor  30  Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.  Bahwa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pasal 3 Tujuan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan adalah: a. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; b. menciptakan kepastian hukum; c. mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang; d. menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; e. memberikan perlindungan hukum kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan; f. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan g. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat. Pasal 9 (1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.

2.   UU 17/2003 Tentang Keuangan Negara,  Pasal 31 dan Pasal 32  perlunya  SPJ bagi  setiap penggunaan dana yang bersumber dari APBD/APBN

Pasal 3 Ayat  (1)  Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Pasal 31 (1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

BACA JUGA :   Dampingi Khofifah Maju ke Pilgub Jatim, PDI P Peringatkan Emil Dardak

Pasal 32 (1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

3.   UU 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, pada  Pasal 19.
Pasal 19 (1) Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. (2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

4.Permendagri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah termuat pada Pasal 132 Ayat (1) Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Ayat (2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.  Pasal 5 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara. Pasal  8  Huruf h, Biaya Penunjang Operasional sebagaimana dimaksud dialokasikan untuk kegiatan koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan Khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Gubernur dan Wakil Gubernur.

TERDUGA TERLAPOR :
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN ( PPK ) DAN BENDAHARA PENCAIRAN DANA PENUNJANG OPERASIONAL GUBERNUR / WAKIL GUBERNUR 2017-2021

Ditegaskannya,Jika pencairan tahun 2017 diduga tidak ada LPJ kredibel maka semestinya PPK dan Bendahara tidak melakukan pencairan dana penunjang operasional th 2018 sp 2021.

“MAKI tetap menjunjung Azaz Praduga Tidak Bersalah, laporan aduan ini hanyalah sebagai bahan proses lebih lanjut oleh Kejati Banten untuk menentukan ada tidaknya dugaan penyimpangan dalam perkara tersebut di atas.”tutupnya.*(hl)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights