BAPERAN Menilai Penggusuran Warga Benda Melanggar HAM

  • Bagikan

DimensiNews.co.id, KOTA TANGERANG – Peristiwa penggusuran di Kampung Baru, Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang yang telah terjadi pada tanggal 1 September 2020 lau mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Penggusuran lahan yang masih disengketakan hingga hari ini merupakan manifestasi dari pelanggaran hak asasi manusia dan hak atas ruang hidup.

Hal tersebut disuarakan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Barisan Perjuangan Rakyat Tangerang (BAPERAN). Berikut pernyataan lengkapnya :

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Masyarakat kapitalis modern,  ruang secara spasial merupakan arena pertarungan yang tidak akan pernah selesai diperebutkan. Dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan privatisasi, semua pihak yang berkepentingan akan terus mencari cara untuk mendominasi ruang tersebut. Pada hakikatnya, demokratisasi akses terhadap lahan tanah dan layanan publik bagi semua warga negara tercantum dalam piagam dunia tentang hak atas kota.

Menurut Piagam Dunia tentang Hak atas Kota, kota seharusnya merupakan lingkungan yang berperan sebagai realisasi penuh atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, yang menjamin martabat dan kesejahteraan kolektif dari semua orang, dalam kondisi yang setara, merata, dan berkeadilan. Semua orang memiliki hak untuk mendapati kota dalam kondisi yang sesuai dengan keperluan realisasi politik, ekonomi, budaya, sosial, dan ekologi mereka, asalkan menjaga solidaritas. Segala penggusuran yang terjadi di muka bumi ini merupakan praktik perampasan ruang hidup dan bentuk pelanggaran HAM dalam bidang sosial-ekonomi.

HAM tentang penggusuran ruang hidup sudah termanifes ke dalam berbagai instrument HAM: Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Pendapat Umum PBB Nomor 77 Tahun 1993 (1993/77), yang isinya, “Penggusuran paksa termasuk dalam pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, khususnya hak atas perumahan yang layak”, yang secara jelas menerangkan bahwa perampasan ruang hidup apapun yang dilakukan secara paksa, adalah pelanggaran berat  (Januardy, 2016). Namun, tak ada satupun instrument-instrumen itu yang tidak tunduk pada sistem kapitalisme, sebagai corak produksi yang tiran.

Kasus penggusuran di Kampung Baru, Kel. Jurumudi, Kec. Benda – Kota Tangerang yang telah terjadi pada tanggal 1 September 2020 dan masih disengketakan hingga hari ini merupakan manifestasi dari pelanggaran hak asasi manusia dan hak atas ruang hidup. Yang mana dalam prosesnya telah mengungkapkan banyaknya fakta kejanggalan cacat administrasi dan melanggar hukum. Diantara fakta – fakta yang terungkap sebagai berikut ;

Fakta pertama, Pada tanggal 30 Juli 2011 warga Kampung Baru menerima surat undangan dari Pemerintah Kota Tangerang yang subtansinya mengenai penentuan dan ganti rugi tanah bangunan, tanaman, dan benda – benda lain yang terkena pembanguan Tol JORR II Ruas Cengkareng – Batuceper – Kunciran. Namun, pada saat itu tidak ada musyawarah yang sesuai dengan surat undanga itu.

Fakta Kedua, Pada Tanggal 9 Oktober 2017 warga Kampung Baru menerima surat dari BPN Kota Tangerang  dengan nomor : 4868/12-36.71/X/2017 tentang ganti rugi asset warga yang terdampak pembangunan Tol JORR II berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik Firman Aziz dan Rekan. Namun, pada saat itu warga dipaksa untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti persetujuan nilai ganti rugi, tanpa melakukan musyawarah dengan warga untuk penentuan harga ganti rugi.

Fakta Ketiga, Pengadilan Negeri Tangerang menolak permohonan keberatan harga ganti rugi pembebasan lahan dengan dalih telah melewati waktu yang telah ditentukan oleh undang – undang. Dan Makhkamah Agung menolak Kasasi yang dilakukan oleh warga kampung baru.

Fakta Keempat, pada tanggal 27 Agustus 2020  keluarnya surat pemberitahuan pelaksanaan eksekusi, pengosongan, dan penyerahan dari Pengadilan Negeri Tangerang Kelas     IA Khusus. Namun nyatanya warga kampung sampai saat itu bel;um menemukan kesepakatan harga ganti rugi. Pada tanggal 1 September 2020 telah dilakukan pergusuran paksa oleh tim aparat gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, dan Satpol PP dengan jumlah kurang lebih 800 Personil. Dalam pelaksanaan pergusuran tersebut, warga mengalami tindakan represif oleh aparat, serta ada penangkapan warga yang dibawa ke mobil tahanan dengan dalih melawan aparat.

Dari beberapa rangkuman fakta yang diuraikan diatas. Maka kami yang tergabung dalam Barisasan Perjuangan Rakyat Tangerang (BAPERAN) menyatakan tuntutan sebagai berikut :

  1. Mendesak Hak Interplasi DPR RI untuk mengevaluasi kinerja Kementria PUPR dan PT. WIKA.
  2. Menuntut Presiden, Gubernur Banten, dan Walikota Tangerang untuk Ikut andil dalam menyelesaikan kasus pembebasan tanah JORR II secara paksa.

Mengutuk keras tindakan represif oknum aparat dalam eksekusi paksa lahan.

(dul)

BACA JUGA :   KPK OTT Bupati Indramayu Terkait Proyek Dinas PU
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights