Buku “Islam di China Dulu dan Kini” Ceritakan Cara Pemerintah China Jamin Kebebasan Beragama

  • Bagikan

JAKARTA – Pemerintah China tidak lagi memberangus eksistensi agama dan penganutnya, seperti era kepemimpinan Mao Zedong yang menjalankan revolusi kebudayaan.

“Pemerintah China menjamin kebebasan warganya dalam beragama maupun yang tidak beragama setelah dikeluarkan dokumen nomor 19/1982, termasuk pasal 36 UUD mereka,” ungkap mahasiswa Indonesia Novi Basuki (28 tahun) yang sedang menempuh studi di Universitas Sun Yat Sen, Guangzhou, dalam bukunya, Islam di China Dulu dan Kini diterbitkan Kompas 2020 yang dibedah dalam sebuah Website seminar (Webinar) Obrolan Hati Pena #2 yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Penulis Satupena, Minggu (29/8/21) di Jakarta.

Novi juga membedah hubungan pemerintah China dan etnis Uighur yang mendapat sorotan internasional.

BACA JUGA :   Merasa Kesal, Polisi Tembak Polisi di Depok

Menurutnya, hubungan pemerintah China dan etnis Uighur yang mayoritas Islam tidak melulu atas faktor agama. Namun, ada pengaruh politik yang kuat dari etnis Uighur untuk memisahkan diri dari China sejak 1920.

“Etnis Uighur yang berdiam di wilayah Xinjiang, adalah sangat strategis. Selain kaya akan tambang dan mineral, kawasan Xinjiang juga memiliki luas sekitar 1/6 wilayah China sekarang ini,” terang Novi.

Novi yang studi S1 di Univeritas Huaqiao dan S2 di Universitas Xiamen ini juga membandingkan perangai politik etnis Uighur dan etnis Hui –yang juga mayoritas bergama Islam.

“Etnis Hui lebih adaptif dan tidak mengedepankan sisi politik dalam interaksi mereka dengan Pemerintah China,” kata Novi.

BACA JUGA :   Tidak Tepat Sasaran, Sejumlah Warga Tiyuh Panaragan Tak Kebagian BLT

Narasumber lainnya, Profesor Asvi Warman Adam, Guru Besar bidang Sejarah Sosial Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, banyaknya mahasiswa Indonesia yang studi ke China akhir-akhir ini akan membuat penjelasan sejarah versi Tiongkok lebih kuat dibanding sebelumnya.

Menurut Asvi, jumlah mahasiswa Indonesia yang studi ke China (sesuai disertasi Rika Theo 2018) berjumlah 14,7 ribu. Jumlah ini melebihi yang belajar ke Australia 8,8 ribu, Amerika Serikat 8,7 ribu, dan Malaysia 5,7 ribu.

Ketua Umum Satupena-Hati Pena, Denny JA menyambut gembira terbitnya buku Islam dan China Dulu dan Kini oleh Novi Basuki ini. “Ini adalah kontribusi penting terhadap pemahaman arus sejarah,” ujar Denny JA.

BACA JUGA :   Tingkatkan Ukhuah Islamiah  Babinsa Koramil 12/Rajeg Ikuti Zikir Bersama Masyarakat

Denny mengutip sosiolog Peter Berger bahwa sejarah adalah konstruksi sosial yang rapuh dan fleksibel. Dengan datangnya data baru yang lebih akurat dan lahirnya interpretasi yang lebih sesuai, persepsi seseorang terhadap peristiwa di masa lalu dapat berubah 180 derajat.

“Kami akan mengadakan webinar rutin dengan topik bermutu dan pembicara berbobot setiap Minggu siang,” kata Denny.

Tujuan dari webinar seperti ini, tambah Denny, adalah untuk mengedukasi publik melalui bedah buku.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights