JAKARTA – Keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) Pertashop program PT. Pertamina Persero di DKI Jakarta yang dibangun di lahan kawasan pemukiman padat penduduk menuai beragam tanggapan dari masyarakat.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Generasi Masyarakat Peduli Alam dan Lingkungan Hidup (LSM GEMPAL) Ribah Setiawan Rusban, SH mengatakan, adanya SPBU Pertashop di kota-kota besar yang berpenduduk padat seperti DKI Jakarta dinilai tidak layak. Pasalnya, program PT Pertamina Persero dimaksud adalah daerah-daerah pedesaan yang jauh dari jangkauan SPBU besar.
“Meskipun tujuannya untuk peningkatan ekonomi masyarakat, keberadaan SPBU Pertashop yang tidak menggunakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dikhawatirkan akan menjadi persoalan keselamatan bagi masyarakat, khususnya di pemukiman padat seperti Jakarta. Mungkin program itu untuk daerah-daerah yang belum terjangkau SPBU besar,” ujar Ribah kepada wartawan, Sabtu (4/9/2021).
BACA JUGA: SPBU Pertashop Tanpa IMB dan AMDAL, Pengamat: Dinas Tata Ruang Harus Bongkar
Ia juga menjelaskan, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) masyarakat di Jakarta tidak mengalami kendala. SPBU Pertamina maupun swasta banyak didapati di Jakarta. Menurutnya, SPBU Pertashop justru akan menjadi masalah baru di Jakarta, terutama dari segi keselamatan masyarakat.
“Sekarang urgency-nya apa jika Pertashop harus dibangun di pemukiman padat seperti Jakarta? Banyak sekali SPBU Pertamina dan swasta di Jakarta ini. Bila mengacu tujuan dari program Pertamina untuk pemerataan, biarlah itu dibangun di daerah-daerah terpencil yang masih sulit mendapatkan kebutuhan BBM,” tambahnya.
Ribah menegaskan, pemerintah dan Pertamina harus mengkaji ulang aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan yang mengatur perizinan untuk pembangunan SPBU Pertashop di Jakarta yang padat penduduk. “Pemerintah harus segera mengkaji ulang aturan atau undang-undang yang mengatur pembangunan Pertashop di kota-kota besar seperti Jakarta. Karena ini menyangkut keselamatan masyarakat dari resiko-resiko yang ditimbulkan, terutama resiko kebakaran,” tutupnya.*(Ren)