JAKARTA – Menunda pemilihan umum adalah melanggar sila pertama demokrasi. Daripada menunda pemilu, Presiden Jokowi sebaiknya menyiapkan calon presiden 2024 untuk melanjutkan program-programnya.
Hal itu ditegaskan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar Obrolan Hati Pena #30 di Jakarta, Kamis malam (17/3). Diskusi yang diselenggarakan oleh SATUPENA itu dipandu oleh Swary Utami Dewi dan Amelia Fitriani.
Denny menjelaskan, kekuasaan itu cenderung korup. Ada bahaya dari kekuasaan yang tak terbatas. Maka inti dari demokrasi adalah sebuah sistem yang membatasi kekuasaan. Yang dibatasi bukan hanya kewenangannya, tetapi juga periode jabatannya.
“Maka sila pertama demokrasi adalah menyelenggarakan pemilihan umum secara reguler dan rutin pada periode tertentu, apakah itu 5 tahun sekali seperti di Indonesia atau 4 tahun sekali seperti di Amerika Serikat,” lanjut Denny.
Webinar ini membahas wacana tentang pro-kontra perpanjangan masa jabatan presiden. Merespon tema itu, Denny menyatakan, “Karena kekuasaan cenderung korup, rakyat luas memilih lagi secara berkala pemimpinnya. Maka, menunda pemilu adalah melanggar sila pertama demokrasi.”
Tentang “social origin” wacana penundaan pemilu, Denny melihat, pemindahan ke ibu kota baru adalah legacy yang ingin ditinggalkan Jokowi. Tapi pemindahan ibu kota butuh waktu sangat panjang, karena bukan cuma memindahkan fisik, tetapi juga seluruh ekosistem yang dibutuhkan.
Dikhawatirkan, saat Jokowi berhenti menjabat sebagai presiden pada 2024, program ibu kota baru belum cukup kokoh. Maka diharapkan, Jokowi memimpin lebih lama lagi. Itulah gagasan awal munculnya wacana penundaan pemilu.