Pendidikan di Papua Tanggung Jawab Kita Bersama

  • Bagikan

JAKARTA – Bicara soal pendidikan di Papua, itu bukan cuma tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan, tetapi juga menjadi tanggung jawab kita bersama. Hal itu ditegaskan Lamek Dowansiba, aktivis literasi di Papua Barat.

Lamek Dowansiba, yang juga pendiri Komunitas Suka Membaca, menyatakan hal itu dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam, 1 September 2022. Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.

Diskusi yang menghadirkan Lamek Dowansiba sebagai narasumber itu membahas tentang kiprah orang muda dalam memperkuat literasi dasar di Papua Barat. Pemandu diskusi adalah Teti Sanda dan Anick HT.

Lamek menuturkan tentang kondisi pendidikan yang sangat memprihatinkan di Papua. Buku-buku sulit didapat, tenaga pengajar langka. Terutama yang dialaminya sendiri pada 1997-1998 sampai tahun 2000-an. Tergugah oleh situasi itu, Lamek merintis gerakan literasi dengan membentuk sampai 35 Rumah Baca dengan lebih dari 1.000 siswa yang belajar di sana.

BACA JUGA :   Padukan Rencana Operasi Pam Pemilu 2019 Pangdam Jaya Paparkan TFG di Depan Panglima TNI

Lamek memulai gerakan literasi sejak dia sendiri masih usia SMP. “Banyak adik-adik saya belum bisa baca, belum bisa menulis. Pulang sekolah, saya kumpulin mereka, lalu saya mengajari adik-adik saya,” jelas Lamek, yang menolak jadi PNS demi membangun gerakan literasi.

Lamek juga mengaku terinspirasi dari para misi zending. Mereka mendirikan sekolah-sekolah dan melibatkan tokoh-tokoh agama, untuk mengajar pada warga yang tidak mendapat pendidikan formal. Bagi Lamek, itu luar biasa dan memberikan dampak yang cukup signifikan.

“Salah satunya, saya punya mama. Mama tidak pernah sekolah, tetapi bisa membaca. Jadi itu yang mendorong saya mendirikan Rumah Baca di setiap wilayah yang ada di papua Barat,” lanjutnya. “Komunitas Rumah Baca yang kami bentuk ini hadir untuk mengisi kekosongan pendidikan formal.”

BACA JUGA :   Perjuangan Karseno, Mantan Buruh Pabrik yang Menjadi Kepala Madrasah

Dalam webinar itu, Anick HT menanyakan fenomena yang tidak dia pahami di Papua. Yakni, mengapa ada anak-anak yang sudah usia SMP dan SMA di Papua, tetapi ternyata belum lancar membaca, menulis, atau lemah literasinya

Teti Sanda membenarkan bahwa fenomena yang disebut Anick itu memang ada. “Bahkan pernah saya temui, ada mahasiswa yang kemampuan baca-tulisnya sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi karena di beberapa wilayah, si guru takut untuk tidak meluluskan siswa,” ujar Teti.

Pasalnya, jika siswa itu tidak naik kelas, si guru akan ramai-ramai diprotes oleh orang tua. Walau si anak sendiri memang belum lancar baca-tulis atau daya literasinya masih rendah.

BACA JUGA :   Tak Perna Ikut Subling Satu PNS Inspektorat di Pindahkan Bupati Sarolangun

Lamek menjelaskan, selain faktor yang disebut Teti itu, memang ada kendala aturan jika si guru mau menerapkan cara-cara keras dalam mengajar siswa. “Tetapi yang paling penting adalah adanya kesadaran dari orang tua,” ujarnya.

Tentang gerakan literasi minat baca yang dirintisnya, Lamek mengaku, akses bukunya ia dapatkan dari teman-teman dari luar Papua, dari Surabaya, Jakarta. Berkat kedekatan dengan beberapa seniornya, Lamek dapat bantuan fasilitas untuk mendukung gerakan literasi rumah bacanya.

Sebelumnya Lamek juga sudah membeli sejumlah komputer sendiri untuk program literasi ini. “Fenomena di Papua sekarang ini, mereka yang sekolah di SD itu belum menyentuh komputer dan sebagainya,” ujar Lamek.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Verified by MonsterInsights