DimensiNews.co.id – HALMAHERA TENGAH.
Berangkat dari 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dinilai tidak jelas, maka Sekolah Critis Maluku Utara Distrik Halteng kembali bersikap dalam rangka menyuarakan aspirasi masyarakat terkait dengan menjaga komoditi lokal dari ancaman investor. Hal itu disampaikan Kordinator Lapangan (Korlap) Iwan Mustafa saat menggelar aksi turun ke jalan, Selasa (28/11/2017).
Menurut Kordinator Lapangan (Korlap) Iwan Mustafa dengan terbitnya 27 IUP tersebut maka Maluku Utara dijadikan sebagai terminal oleh Investor.
Untuk itu dia mengajak kepada masyarakat Maluku Utara dan khususnya masyarakat Kabupaten Halmahera Tengah agar bercocok tanam di kebun dalam rangka mencegah sekaligus melawan perizinan pertambangan yang dinilai semakin meluas saat ini.
Korlap juga menyampaikan bahwasanya, “kita semua ketahui UUD pasal 33 ayat 3 tahun 1945 yang menerangkan bahwa bumi, laut, darat dan udara dikuasai oleh Negara dan diperuntukkan untuk rakyat, namun sampai saat ini justru UUD pasal 33 ayat 3 tahun 1945 tersebut berbelok lain,” katanya.
Sementara lanjut Korlap, Pemerintah hanya mendalilkan kesejahteraan rakyat dan melakukan pembiaran terhadap Investor untuk berkeliaran di daratan Halmahera Tengah dan Pulau yang memiliki SDA, meskipun demikian Pemerintah tidak memiliki ketegasan untuk mengambil satu keputusan yang konkrit tentang liarnya 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut.
“Akibat dari kebijakan kong kali kong antara Pemerintah dan Investor itulah, maka pasti rakyatlah yang akan dikorbankan, sebab kurang lebih 6,8 juta ton hasil alam di Pulau Obi, masing-masing 70 juta ton tambang di Pulau Bacan, Tanjung Buli, Pulau Gebe, Pulau Gee, Pulau Pakal, Teluk Weda yang berkisar 220 juta ton sumber daya geologis kita yang digarap oleh kurang lebih 300 Investasi yang beroperasi diseluruh Kabupaten/Kota dan khususnya Halmahera Tengah salah satu Kabupaten yang terkecil dengan luas wilayah 8.361,4 km2 yang terdiri dari luar daratan 2.276,38 km2 (27%) dan luas lautan 6.104,65 km2 (73%),” tutupnya.
Amatan awak media sebanyak 14 orang tersebut memulai orasinya di perempatan kantor DPRD, setelah itu mereka berorasih mengelilingi Kota Weda sekaligus meminta dukungan masyarakat, dengan membawakan tulisan pada spanduk berwarna merah bertuliskan “Akibat tambang, rakyat korban” serta Rakyat butuh transparansi (iup), Stop kapitalisasi pendidikan, Kecamatan Weda Timur dan Pulau Gebe butuh PLN, DPRD harus pro rakyat, dan Kota weda butuh kinerja dan kebersihan. (Ode)