Aktivis UIN Jambi : Polemik Batu Bara Bagikan Cinta Segi Enam Yang Tak Harmonis

  • Bagikan

JAMBI – Permasalahan batu bara merupakan permasalahan yg paling di sorot di provinsi Jambi hari ini. Seolah-olah tak kunjung menemukan titik temu, dan terkesan terpaksa harus di beri dosis penenang sementara sebagai solusi jangka sangat pendek.

Jelas memang imbas batu bara ini, diantaranya ; bagi masyarakat umum yang terdampak debu dari angkutan yang jumlahnya tidak sedikit dan Juga kemacetan yang di alami oleh segenap masyarakat di sepanjang lintasan transportasi batu bara ini,Belum lagi LAKALANTAS yg merenggut nyawa yg kebanyakan di antaranya adalah mahasiswa dua kampus terbesar di provinsi Jambi Yaitu UNJA (Universitas Jambi) dan UIN STS Jambi. (2/12/2022)

Dalam hal ini Pihak pemerintah daerah terkesan kaget dengan permasalahan ini, nyata dengan solusi yg diberikan terkesan bongkar pasang seperti menekan balon di dalam air. Lantas apakah tidak ada perhitungan volume kendaraan maksimum dibagi luas jalan lintasan batu bara di kurangi jumlah kendaraan masyarakat sebelum di keluarkan nya izin pertambangan ?

Tidak heran memang, jika pertambangan batu bara di provinsi Jambi terkesan ugal-ugalan dan Tampa perhitungan. Hal ini di buktikan dengan kemacetan yg selalu terjadi di sepanjang lintasan tersebut.
Maka dapat di katakan permasalah batu bara di provinsi Jambi hari ini adalah cinta segi enam yang tidak harmonis, antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat terdampak, masyarakat pekerja, pengusaha tambang, dan sipil society.

Segi pertama pemerintah pusat,
Setelah diduga banyaknya Mala praktek penyelewengan perizinan di daerah, pemerintah pusat menilai penyelewengan tersebut akan menghambat investasi guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga, pemerintah pusat mengambil alih pengeluaran izin tersebut tidak lagi di pemerintah daerah melainkan terpusat di kementrian pemerintahan pusat. Namun, hal ini kembali menimbulkan permasalahan baru, yaitu terkesan ugal-ugalan dan menerabas apapun asalkan investasi jalan terus. Mengapa demikian, ya itu tadi permasalahan angkutan yang tidak di perhitungkan dengan kemampuan penampungan jalan sehingga muncul kemacetan yg menjadi permasalahan utama. Tentu, pemerintah pusat sangat terbatas untuk mengetahui permasalahan ini dibanding pemerintah daerah, namun, pemerintah daerah menjadi sasaran empuk kemarahan pihak yang di rugikan.

BACA JUGA :   Tak Bisa Bayar Hotel, Jaksa Gadungan di Bekuk Satreskrim Polrestabes Surabaya

Segi ke dua yaitu pemerintah daerah.
Dengan keterbatasan wewenang, PEMDA Hanya mampu menghadirkan solusi yg bersifat hanya dosis penenang sementara. Contoh saja ketika mahasiswa melakukan demonstrasi terkait kematian beberapa mahasiswa yg di sebabkan oleh angkutan batu bara. Pemda kemudian mengeluarkan peraturan maksimum tonase dan jam operasi angkutan. Sejenak permasalah itu redam, namun tidak berselang lama, kembali sopir batu bara berduyun-duyun datang ke kantor gubernur Jambi untuk menyuarakan aspirasinya. Lalu apa yg di lakukan pemerintah? Melonggarkan aturan sehingga tidak terlalu ketat. Di samping itu, karena begitu seksi isu tentang batu bara ini kepala daerah yg tentu sebagai makhluk politik kerap kali ini menganggap ini sebagai market masa untuk memenangkan pilkada. Sehingga datang lah ia dengan sosok yg menjanjikan solusi terhadap permasalahan ini,

BACA JUGA :   Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim Bongkar Sindikat Pembuat Hasil Swab Illegal

Syahdan ia mendapat simpati dari sebagian besar masyarakat. Namun, dengan kondisi wewenang dan minim nya anggaran APBD Jambi telah niscaya semua itu hanya dongeng sebelum tidur saja.

Segi yg ke tiga, masyarakat terdampak
Masyarakat yg terdampak angkutan batu bara ini mengalami dua persalahan utama, yaitu : kemacetan lalu lintas dan volusi debu. Masyarakat yg mengalami ini tentu mereka yg berada di sekitar lintasan transportasi batu bara. Masyarakat ini cendrung tidak terorganisir, sehingga kemarahan mereka kerap kali di temukan secara spontan saat mereka habis kesabaran.

Sering kita dapati sopir angkutan menjadi sasaran mereka, padahal sopir dan mereka sama-sama masyarakat, sekedar berbeda posisi dan kebutuhan. Kemarahan masyarakat yg demikian itu dapat di maklumi karena mereka tidak mempunyai kemampuan memobilisasi masa dan melaksanakan demontrasi dalam suatu waktu seperti ormas ataupun mahasiswa.

Segi ke tiga, masyarakat pekerja
Harus di sadari pula, semua pekerja terutama sopir batu bara itu merupakan masyarakat yang di benturkan dengan kebutuhan hidup dan mata pencaharian. Masyarakat pekerja ini, secara hati nurani mereka menyadari permasalahan yg muncul, namun terbentur dengan kenyataan posisi mereka sebagai pekerja adalah posisi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka terkadang deperhadap-hadapkan dengan sesama masyarakat yg terdampak.

Segi ke lima, pengusaha tambang
Untuk segi yg ini mudah saja di Anasir dasar dalam tindakan mereka yg tidak lain kecuali “keuntungan”. Lantas apakah mereka mutlak melakukan kesalahan? Tidak dapat juga dikatakan begitu, karena mereka tidak menambang secara ilegal, melainkan sudah melalui izin yang mereka minta kepada negara.

BACA JUGA :   Tingkatkan Kemampuan Personil, Polres Metro Tangerang Kota Adakan Lomba Tim Patroli Perintis Presisi

Segi ke enam, sipil society
Sipil society ini terdiri dari MAHASISWA, ORMAS, OKP, LSM, dan Pers. Keseluruhan dalam segi ini pada dasarnya siap berhadapan-hadapan dengan pemerintah jika ia berbanding lurus dengan permasalahan di tengah masyarakat.

“Meski, terkadang terselip maksud terselubung didalamnya yg bisa saja berupa eksistensi, gertakan, atau bahkan terkadang tunggangan dari sekelompok oknum yg punya kepentingan.Jika di kerucutkan, masalah utama baru bara di provinsi Jambi ini sebenarnya hanya satu : yaitu kemacetan, sehingga solusinya juga cuma satu , yaitu bangun jalan. Jika itu dirasa berat di hadirkan dalam waktu dekat maka satu-satunya solusi adalah menghitung ulang jumlah produksi dan jumlah angkutan di dipersamakan dengan kemampuan jalan sepanjang lintasan agar tidak terjadi kemacetan. Tidak hanya di hitung, jumlah angkutan yg tentunya berlebih pada hari ini harus di kurangi jumlahnya, bukan hanya muatannya.”ujarnya

Lebih lanjut Ia menjelaskan,Jika itu di lakukan maka disitu pulalah pembuktian keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Namun jika tidak, maka tidak dapat di tepis lagi bukti keberpihakan pemerintah kepada korporasi yang akan memunculkan kemarahan rakyat secara terus menerus.ucapnya.(Sanu Bullda)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Verified by MonsterInsights