JAKARTA – Menjadi korban intimidasi dan pengosongan paksa, sejumlah warga Komplek Akabri yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Besar Penghuni Komplek Akabri (KKBPA) meminta perlindungan dan bantuan hukum dari LBH DPP PEPABRI Jakarta.
Perwakilan KKBPA mengajukan keberatan dan menuntut keadilan atas rencana pengosongan perumahan yang terletak di Jl. Dr. Sahardjo menteng Pulo Jaksel yang dilakukan dengan cara intimidasi dan pemutusan paksa aliran lisrrik ke rumah sejumlah warga.
Warga tersebut serta mempertanyakan dan mengugat keabsahan Sertifikat Hak Pakai Mako Akademi TNI terhadap Lahan dan Bangunan di Kompleks Akabri.
“Kami juga menuntut pencabutan Sertifikat Hak Pakai tersebut dan mengembalikan hak pakai kepada warga penghuni yang telah tinggal dan membangun perumahan ini dari awal” ujar Hapsari salah seorang warga yang rumahnya terkena pemutusan listrik.
Sementara itu, Tim kuasa hukum Iwan Kusuma mengatakan bahwa kabar terbaru yang mencuat yakni isu penggusuran kembali meresahkan warga penghuni kompleks tentara, sekitar 55 KK (pintu) di Komplek Akabri mulai resah.
“keresahan ini muncul setelah pihak Mako Akademi TNI mengklaim telah memiliki hak pakai atas lahan seluas 16,170M yang berlokasi di kawasan strategis ini,” ujarnya kepada Media (20/03/2023).
Warga tentunya menolak klaim Akademi TNI atas status lahan dan bangunan tersebut karena selama lebih dari 50 tahun warga sudah membangun dan menempati kompleks Akabri.
“Komplek Akabri ini dibangun pada tahun 1967, dengan dana pembiayaan Non APBN dan dibangun dengan inisiatif sendiri pada masa jabatan Laksamana Pertama TNI Rahmat Soemengkar selaku Danjen TNI Pertama,” ungkapnya.
Warga penghuninya berlatar belakang kesatuan dari matra yang berbeda TNI AD, AL, AU dan POLRI.
Kepemilikan Lahan dan Bangunan di Komplex Akabri jalan dr Sahardjo ini selama bertahun-tahun memang masih berstatus abu-abu karena baik pihak Mako Akademi TNI maupun pihak warga yang telah menghuni selama lebih dari 50 tahun sama-sama belum memiliki sertifikat kepemilikan.
Lahan ini awalnya memang merupakan tanah tak bertuan yang sebelumnya telah ditinggalkan pemiliknya dan saat itu masih berupa kandang pemeliharaan ternak.
“Seluruh biaya pemeliharaan, pembangunan, perbaikan, pembangunan fasum dan fasos merupakan hasil dari swadaya dari warga penghuni. Atas dasar inilah kami mengadukan nasib kami minta perlindungan ke LBH DPP PEPABRI” pungkas Iwan.