Kemauan Politik Jadi Faktor Penentu Suksesnya Reformasi Demokrasi

  • Bagikan

JAKARTA – Reformasi demokrasi bisa gagal karena beberapa alasan. Salah satunya adalah kurangnya kemauan politik. Hal itu dikatakan doktor filsafat dari Universitas Indonesia yang juga aktivis mahasiswa era 1980-an, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar mengomentari webinar bertema revitalisasi reformasi. Webinar di Jakarta, Kamis malam, 25 Mei 2023 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Webinar yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara antara lain: Chappy Hakim, Nasir Tamara, M. Thobroni, Nia Samsihono, Milastri Muzakkar, dan Khoirotun Nisak. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.

Satrio Arismunandar memaparkan, ada beberapa faktor umum yang dapat berkontribusi pada kegagalan upaya reformasi demokrasi.

BACA JUGA :   Pihak Kementrian Perindustrian Tinjau Langsung Industri Di Wilayah Kamal Dan Tegal Alur Kalideres

“Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan atau kegagalan reformasi demokrasi dapat sangat bervariasi. Ini tergantung pada konteks, keadaan, dan dinamika spesifik masing-masing negara atau wilayah,” tutur Satrio.

Tentang kurangnya kemauan politik, Satrio menyatakan, reformasi demokrasi seringkali membutuhkan kemauan politik yang kuat dari mereka yang berkuasa, untuk memulai dan mempertahankan perubahan yang berarti.

“Jika elit penguasa atau pembuat keputusan utama tidak berkomitmen pada cita-cita demokrasi atau menolak perubahan, upaya reformasi dapat dihambat atau ditinggalkan,” ujar Satrio.

Selain itu, kelompok kepentingan atau individu yang kuat, yang mendapat manfaat dari status quo, dapat secara aktif menentang reformasi demokrasi.

Kelompok-kelompok ini mungkin menggunakan pengaruh, sumber daya, atau koneksi mereka untuk merusak atau menghalangi langkah-langkah reformasi. “Hal ini membuat pendukung reformasi sulit untuk melakukan perubahan yang berarti,” tegas Satrio.

BACA JUGA :   Giat Non Fisik, Satuan Tugas TMMD Kodim Bojonegoro Bersihkan Mushalla

Ditambahkan oleh Satrio, reformasi demokrasi seringkali merupakan proses yang panjang dan kompleks, yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan visi jangka panjang.

Jika upaya reformasi didorong oleh pertimbangan politik jangka pendek atau jika ada ketidaksabaran untuk hasil yang cepat, hal itu dapat menyebabkan reformasi yang terburu-buru atau tidak memadai yang gagal mengatasi masalah mendasar.

Selain itu, kata Satrio, reformasi demokrasi bergantung pada keberadaan institusi yang kuat, yang dapat menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan menjamin akuntabilitas.

“Jika institusi seperti peradilan, legislatif, atau badan pemilu lemah, korup, atau tunduk pada campur tangan politik, menjadi tantangan untuk menerapkan dan mempertahankan reformasi demokrasi secara efektif,” jelasnya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights