Perlu upaya serius untuk menghentikan polusi plastik, khususnya di Indonesia. beberapa kebijakan terkait tata kelola sampah di Indonesia nyatanya belum bisa memberikan dampak yang signifikan untuk mengurangi polusi plastik di lingkungan.
Berikut sederet hal terkait kondisi tata kelola sampah dan akibat buruk yang di hasilkan karena salah penanganan dalam tata kelola sampah di Indonesia.
Kondisi TPA di Indonesia Yang Terancam Overload
Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) prihatin terhadap kondisi TPA di Indonesia, salah satu contohnya di TPA Ngipik Kabupaten Gresik yang memiliki luas 9 hektare itu ternyata setiap hari menampung beban sampah rata-rata 210-220 ton setiap hari.
Selain itu, kondisi serupa juga terjadi di TPA Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. TPA Bantargebang terancam overload karena tumpukan sampah sudah mencapai lebih dari 40 meter, dari ketinggian maksimal 50 meter. TPA tersebut menerima sekitar 7.000 – 7.500 ton sampah milik warga DKI Jakarta yang dibuang setiap harinya.
Kondisi tersebut mengharuskan TPA Bantargebang dan TPA – TPA di wilayah lain yang terancam overload memperluas wilayahnya dan harus menerima resiko bersinggungan dengan warga karena keterbatasan lahan tersebut. Selain itu warga yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan lokasi TPA, terancam kesehatannya dan terganggu aktifitasnya.
Berdasarkan data Kementerian PUPR 2020 yang dikelola oleh FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), menyebutkan bahwa tata kelola sampah di Indonesia belum merata. Regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah masih minim. Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia hanya 45% yang sudah memiliki Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan. Pengelolaan sampah masih dilakukan dengan tradisional memakai pola land field.