JAKARTA – Akibat konstruksi gender, perempuan pencari nafkah tidak dilihat sebagai pencari nafkah, melainkan tetap dianggap sebagai ibu rumah tangga. Hal itu diungkapkan Prof. Nina Nurmila, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Nina Nurmila adalah pembicara dalam diskusi tentang dilema perempuan Indonesia, pilih karier atau keluarga. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 7 Maret 2024.
Diskusi yang menghadirkan Nina Nurmila itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Webinar itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.
Dalam diskusi itu, Nina Nurmila menyatakan, akibat konstruksi gender, saat perempuan bekerja, mereka tetap diharapkan menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak.
“Sementara suami yang tidak bekerja seolah harus ditutup-tutupi ketidak bekerjanya,” ujar Nina, yang juga Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UIII Depok.
Nina menjelaskan, ada realitas yang menimbulkan dilema bagi perempuan. Pertama, tidak semua laki-laki dapat menafkahi keluarga.
Kedua, tidak semua perempuan tidak mampu bekerja (memperoleh uang) atau menafkahi keluarga.
“Yang menjadi dilema adalah saat istri bekerja, tetapi tidak ada sistem pendukung, seperti pengasuhan anak dan penyelesaian pekerjaan rumah tangga,” ujar Nina.
“Tanpa sistem pendukung, perempuan bisa menjadi korban ketidakadilan gender dalam bentuk beban yang berlipat ganda,” lanjut aktivis perempuan ini.
Sebagai solusi perempuan bekerja, Nina mengusulkan, ada penyediaan sistem pendukung. Seperti, pengasuhan atau penitipan anak yang disubsidi dekat rumah atau tempat bekerja.
Selain itu, perlu ada fleksibilitas peran. “Suami mengambil alih semua pekerjaan rumah dan pengasuhan anak, saat suami tidak bekerja, atau berbagi jika keduanya sama-sama bekerja,” tutur Nina.
“Pembagian kerja antara suami istri juga tidak semata berdasarkan jenis kelamin, melainkan berdasar kesempatan, keahlian, dan keharusan,” tegasnya.
Tentang cuti melahirkan yang lebih panjang, Nina berpendapat, itu bagus untuk perempuan yang masih memiliki dukungan ekonomi.
“Namun, bukan pilihan bagi semua perempuan, terutama yang tanpa sistem pendukung,” ungkap Nina.