Gresik – Seorang remaja berusia 16 tahun asal Dusun Pelem Dodol, Pelemwatu, Menganti, Gresik, menjadi korban pengeroyokan oleh delapan orang saat berboncengan dengan teman perempuannya, pada Senin malam (09/09/2024), sekitar pukul 21.00 WIB, di sekitar area waduk Desa Pelemwatu.
SL (55) ayah korban menceritakan awalnya ia mengira kondisi anaknya baik-baik saja, namun kekhawatiran terus membayangi dirinya dan istrinya.
“Istri saya terus menangis. Saya pun tidak bisa bekerja di sawah dengan tenang,” tutur SL yang berprofesi sebagai Petani itu.
Atas saran tetangga, SL dan istrinya akhirnya membawa anak mereka ke Rumah Sakit Eka Husada, Menganti, untuk menjalani pemeriksaan medis.
Di rumah sakit, MK, anak SL, menerima perawatan medis akibat pengeroyokan yang dialaminya. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, termasuk rontgen, MK harus menjalani operasi pada hidungnya yang mengalami retak akibat pengeroyokan tersebut.
SL pun mempertanyakan tanggung jawab orang tua para pelaku. Melalui penasihat hukumnya, SL menyatakan bahwa hingga satu minggu pascakejadian, tidak ada satupun orang tua pelaku yang menjenguk atau menanyakan kondisi anaknya.
“Awalnya Klien saya masih menganggap tidak enak, karena masih sesama warga satu desa. Karenanya, masih mempertimbangkan dan membuka kesempatan perdamaian kepada para keluarga pelaku pengeroyokan terhadap anaknya tersebut. Namun, saya sangat menyayangkan sekali, kesempatan yang diberikan oleh keluarga korban disia-siakan begitu saja. Padahal, beberapa dari mereka (orang tua pelaku) masih tetangga dusun, maka dengan sangat terpaksa sekali, klien saya dalam hal ini ayah korban Bapak SL, memutuskan mengambil langkah dan proses hukum, demi keadilan untuk putranya,” ujar Dani.
Gagalnya Perdamaian pada Mediasi yang difasilitasi Kepala Desa dan Perangkat Desa
Meski mediasi telah dua kali digelar oleh Kepala Desa Pelemwatu, Sukayin, perdamaian yang diharapkan antara keluarga korban dan keluarga para pelaku tidak tercapai atau gagal.
SL (55), ayah korban, menyayangkan sikap orang tua pelaku yang tidak memanfaatkan kesempatan untuk berdamai. Padahal, kata dia, karena masih melihat tetangga satu desa,.pihak nya sudah mengalah dan tidak ‘Saklek’ pada permintaan awal. Namun sebaliknya, para orang tua dari pihak pelaku justru bertahan di nominal segitu saja.
Tak hanya itu, SL juga menilai bahwa kompensasi yang ditawarkan pihak mereka yang masih bertahan dan ‘saklek’ di angka 20 juta. tidak sebanding dengan biaya pengobatan anaknya, yang saat ini telah mencapai Rp17 juta rupiah, belum biaya pengobatan yang akan timbul di kemudian hari.
“Pemeriksaan anak saya belum selesai. Dia masih sering mengeluhkan sakit kepala di bagian belakang,” ungkapnya setelah mendatangi SPKT Polda Jatim bersama penasihat hukumnya, Danny Try Handianto, S.H., pada Selasa (18/09).
Tuduhan Para Pelaku Terhadap Korban
“Saya sayangkan terkesan tidak ada itikad baik dari mereka. Bahkan, saat mediasi, mereka malah sempat mencari pembenaran dengan menyebarkan tuduhan yang saya yakin tak berdasar kepada korban. Saya rasa, tuduhan itu sudah tersebar luas hampir satu desa, dan saya yakin itu adalah fitnah hanya untuk pembenaran atas apa yang telah dilakukan saja. Bagaimanapun, tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan,” tegas Dani.
Dani menambahkan bahwa masa depan korban masih panjang, dan tuduhan ini bisa merusak reputasinya di sekolah maupun lingkungan rumah.
“Sudah dikeroyok, masih juga difitnah, saya akan pertimbangkan langkah hukum selanjutnya jika terdapat dugaan pencemaran nama baik kepada korban,” imbuhnya.
“Untuk awal, Alhamdulillah, laporan kami telah diterima dengan baik oleh Unit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim melalui SPKT Polda Jatim, dan korban langsung dilakukan VER (Visum Et Repertum) di RS Bhayangkara Polda Jatim usai bukti tanda lapor kami terima,” ujar Dani kepada wartawan, Selasa, (18/09).
Berdasarkan surat laporan polisi LP/B/552/IX/2024/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, para pelaku terancam pasal 80 Jo Pasal 76C UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak. [Tim]