Kritik Pedas Prof. Ribka Tjiptaning Tentang Kebijakan Kesehatan Pemerintah dan Desak Penguatan Penegakan Hukum

  • Bagikan

JAKARTA- Prof. (HC). Dr. dr. Ribka Tjiptaning, P.AAK, pakar kesehatan dan aktivis, yang juga salah seorang politisi PDI Perjuangan, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan program kesehatan pemerintah.

Ribka dalam wawancara eksklusifnya di Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) Jl Cikini Raya Menteng Jakarta Pusat Rabu (5/2/25), menyoroti sejumlah isu krusial yang menurutnya menghambat terwujudnya kesehatan rakyat Indonesia yang sejahtera.

Salah satu poin utama kritik Ribka adalah mengenai BPJS Kesehatan. Ia menilai, meskipun BPJS Kesehatan merupakan bentuk perlindungan sosial, realitanya masih jauh dari harapan.

Usulan pemerintah agar masyarakat beralih ke asuransi swasta, menurutnya, menunjukkan ketidakhadiran negara dalam memenuhi hak kesehatan warga.

Rendahnya iuran BPJS, yang kerap disebut sebagai alasan ketidakmampuan menanggung semua penyakit, justru mencerminkan ketidakmampuan negara dalam menyediakan layanan kesehatan yang memadai.

Ribka juga menyoroti lemahnya transparansi dan penegakan hukum dalam sistem kesehatan Indonesia. Diskriminasi terhadap pasien BPJS, penolakan layanan, penundaan pengobatan, hingga ketidakjelasan biaya, masih sering terjadi.

Ia menyamakan perlakuan terhadap pasien BPJS yang datang dengan hak yang dijamin negara, seperti diperlakukan sebagai pengemis. Lebih lanjut, Ribka mengkritik lemahnya sanksi terhadap fasilitas kesehatan yang melanggar kewajiban, menyebut sanksi yang ada terkesan tebang pilih dan tidak cukup tegas untuk menghentikan pelanggaran hak pasien.

BACA JUGA :   Mendagri Minta Pemda dan DPRD Proaktif Mendukung RPP Perihal Perizinan Berusaha

“Dalam Pancasila 1 Juni 1945 sila Kedua dan Kelima UUD Negara RI Tahun 1945 padal 28 H sudah ditegaskan dan menyatakan bahwa negara berperan dan bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang layak serta menyediakan pelayanan kesehatan dan setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama. Setiap orang juga berhak atas jaminan sosial yang disediakan negara” imbuhnya.

Begitu juga dalam Pasal 34, lanjutnya, mengatur dan menegaskan tanggung jawab sosial pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan untuk kesejahteraan sosial. Dalam hal ini negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan sosial, termasuk dalam bidang Kesehatan, serta bertanggung jawab menyediakan akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan, dan memfasilitasi upaya-upaya pencegahan penyakit serta perawatan bagi yang membutuhkan.

“Dengan Hadirnya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai peraturan turunan dari UUD NRI 1945 diharapkan lebih mempertegas dan memperjelas terkait beberapa hal, diantaranya Perlindungan HAK dan Pelaksanaan Kewajiban setiap warga negara atau pasien itu sendiri untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang baik, bermutu, berkualitas dan adil dan juga Penyediaan akses pelayanan kesehatan nya pun harus merata seperti Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memastikan seluruh rakyat Indonesia, khususnya yang tidak mampu agar dapat mengakses pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan, dari mulai pengaturan dan pengawasan pelayanan kesehatan serta pemenuhan standar fasilitas Kesehatan dan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, standar medis dan etika profesi,” jelasnya.

BACA JUGA :   Polri Butuh Tambahan Alat Penunjang Pengamanan di Lapangan

Untuk memperbaiki sistem kesehatan, Ribka juga berharap dari mulai penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap fasilitas kesehatan, permudah prosedur pengaduan, dan mewajibkan rumah sakit menerima pasien BPJS tanpa diskriminasi.

Ia juga mendesak evaluasi kebijakan BPJS Kesehatan agar tidak menguntungkan pihak tertentu. Penyederhanaan prosedur dan pengawasan yang ketat, menurutnya, akan menjamin pelayanan yang adil dan merata.

Bagi Ribka, kesehatan bukan sekadar masalah kebijakan, melainkan juga keadilan sosial. Ia menegaskan bahwa pemerintah harus hadir untuk rakyat, memastikan terpenuhinya hak kesehatan, dan bukan hanya sekadar retorika.

Hal ini, masih menurutnya, selaras dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, Yayasan Kedaulatan Kesehatan Rakyat turut menegaskan perlunya implementasi penuh tanggung jawab program-program kesehatan seperti BPJS Kesehatan dan MBG untuk menciptakan keadilan sosial.

BACA JUGA :   Patahkan Prediksi, Indonesia Berhasil Cegah Bencana Asap Karhutla Dua Tahun Berturut-turut

Di sisi lain Ribka pun menyoroti Makan Bergizi Gratis. Sebab dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program unggulan pemerintah, menurutnya, perlu adanya perencanaan yang matang sehingga program penerima manfaat bisa tepat sasaran.

Ribka mengatakan bahwa meskipun ini adalah langkah yang baik untuk mencegah stunting, program ini harus lebih terencana dan tepat sasaran.

“Saat Presiden Megawati Soekarnoputri menginisiasi program ini pada 2011, tujuannya jelas untuk menurunkan angka stunting pada 1000 HPK (Seribu Hari Pertama Kehidupan). Namun, eksekusinya harus lebih fokus kepada mereka yang paling membutuhkan,” tegasnya.

Pemerintah pun harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan, yang naik signifikan dari 71 triliun rupiah menjadi 171 triliun rupiah, benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan dan tidak digunakan untuk kepentingan yang salah.

“Jika program ini tidak berjalan dengan baik, maka akan jadi beban berat bagi APBN dan masyarakat,” pungkasnya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights