DimensiNews.co.id, SULAWESI UTARA- Dalam video berdurasi 2.06 menit yang beredar di media sosial, Minggu (26/4), Bupati Kabupaten Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Salim Landjar, meluapkan kekesalannya terhadap peraturan para menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Dalam video tersebut, Sehan Landjar tampak duduk di hadapan sejumlah orang. Ia mengaku bingung dengan aturan para pembantu Presiden Joko Widodo yang terus berubah-ubah dalam menanggapi wabah Covid-19.
“Menteri-menteri itu berlagak tidak salah main ubah aturan yang bikin kita pusing,” ujar Sehan Landjar mengawali luapan amarahnya.
Menurutnya, pemerintah pusat mestinya dapat berkoordinasi yang baik dalam menghadapi wabah semacam ini.
Jika bingung, sambungnya, pemerintah pusat bisa memberikan mandat penuh pada pemerintah daerah dengan memperketat pengawasan dari aparat penegak hukum.
“Beri saja kewenangan kita, diawasi KPK, polisi, kejaksaan kita akan libatkan semua. Tapi jangan (aturan) diubah-ubah bikin bingung,” tegasnya.
Ia menguraikan, hingga kini banyak daerah yang mengalami keterlambatan dalam antisipasi Covid-19. Hal ini lantaran para kepala daerah kebingungan dalam mengubah APBD dan peruntukan dana desa.
“Kita jadi bingung, sekarang memasuki bulan Ramadhan, kita bingung, semua serba terdesak,” tekannya dengan nada meninggi.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah terkait aturan dana desa. Di mana Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) meminta agar dana desa tidak untuk dibelanjakan sembako.
Kemudian, peraturan yang bertolak belakang muncul dari Menteri Dalam Negeri yang mengharuskan daerah melakukan antisipasi dampak dari Covid-19 dan bencana alam dari dana desa.
“(Lalu) Mendes turun surat atas kesalahan dia. Yang lebih hebat di situ bahwa itu digunakan BLT, standarnya Rp 600 ribu, Boltim ada 4.700 KK lebih,” ujarnya.
“Nah bagaimana dengan surat dari Mensos, yang PKH (program keluarga harapan) tidak perlu lagi dapat sembako, tidak perlu dapat BLT. Gila PKH dari Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu per PKH,” sambung Sehan Landjar.
Menurutnya, aturan itu merupakan cara berpikir menteri yang tidak adil. Dia pun akhirnya berinisiatif mengambil kebijakan bahwa PKH tetap harus dapat.
“Aparat desa juga harus mendapatkan,” tutupnya. (red)