DimensiNews.co.id, JAKARTA- Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jakarta Raya melakukan aksi damai menuntut pencabutan peraturan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta nomor 501 tahun 2020 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Unjuk rasa ini dilakukan di Kantor Gubernur DKI Jakarta pada Rabu (1/7/2020).
Pasca keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 44 tahun 2019, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peraturan teknis yang menuai kontroversi di masyarakat, salah satunya tentang syarat prioritas penerimaan siswa baru berdasarkan usia.
Menurut koordinator aksi, Ricky Rasody, peraturan ini sangat diskriminatif dan menutup kesempatan siswa berprestasi dalam menempuh pendidikan. Banyak anak didik berprestasi di DKI Jakarta yang gagal melanjutkan pendidikan setelah peraturan ini terbit. Padahal menurutnya, siswa berprestasi ini akan menjadi tumpuan bagi bangsa ini.
“Tentu ini akan menghambat pencerdasan anak bangsa, dimana justru anak-anak muda berprestasi ini dipinggirkan,” ujarnya dalam orasi.
Ricky juga menjelaskan peraturan dengan alasan penyetaraan pendidikan ini tidak berdasar, alih alih bertanggung-jawab dengan membuat banyak sekolah, mengevaluasi sistem pembelajaran, pemerataan jumlah sekolah negeri berdasarkan wilayah. Negara malah membebankan tanggung jawabnya kepada rakyat.
Berbagai elemen masyarakat telah melakukan demonstrasi untuk membatalkan peraturan yang dianggap merugikan tersebut. Aksi dilakukan berkali-kali, baik di Kemendikbud atau di Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Kepada wartawan, Ricky menjelaskan tuntutannya agar pertaruran ini segera dicabut dan mengancam jika masih dipertahankan, ia akan mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencopot Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
“Peraturan ini harus dicabut, dan segera lakukan PPDB ulang,” ujarnya.
Sementara itu, Pimpinan Daerah (PD) GPII Jakarta Barat, M. Dedi Suryadi, juga berpendapat sama. Ia mengatakan, peraturan ini tentu merugikan para ibu yang menginginkan anaknya masuk sekolah negeri.
“Kebijakan ini sangat melukai hati para emak-emak yang harus mengubur mimpi anaknya untuk bersekolah di SMA Negeri,” ujarnya.
“Enam Juta pengangguran di Indonesia, pemangku kebijakan mestinya hadir menciptakan generasi emas, bukan memutus generasi bangsa untuk tidak bersekolah. Disdik jangan ada konspirasi dengan sekolah swasta,” tegas Dedi.
Dedi menjelaskan, pihaknya sengaja turun melakukan aksi di tengah peringatan HUT Bhayangkara untuk mengingatkan cita-cita anak bangsa sebagai generasi masa depan.
“Kami turun ke jalan pada momen HUT Bhayangkara karena pada setiap anak punya cita-cita tinggi ingin jadi polisi, menjadi dokter dan gubernur,” tutupnya. (hl/dy)