DimensiNews.co.id, JAKARTA- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) tak maksimal dalam pencarian koruptor kelas kakap, Djoko Tjandra. Oleh sebab itu, ICW pun mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja BIN.
“Kasus Djoko Tjandra menunjukkan lemahnya bahwa Badan Intelijen Negara tidak memiliki kemampuan dalam melacak keberadaan koruptor kelas kakap tersebut,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan yang diterima dimensinews.co.id, Rabu (29/7/2020).
Menurut ICW, instrumen intelijen negara tidak bekerja secara optimal mengusut kasus Djoko Tjandra. Hal ini terbukti dari serangkaian kejadian mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Atas hal tersebut, BIN dinilai telah gagal melacak buronan kelas kakap itu.
Berdasarkan catatan ICW, sejak tahun 1996 hingga 2020 terdapat 40 koruptor yang hingga saat ini masih buron. Lokasi yang teridentifikasi menjadi destinasi persembunyian koruptor diantaranya: New Guinea, Cina, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Australia. Nilai kerugian akibat tindakan korupsi para buron tersebut pun terbilang fantastis, yakni sebesar Rp 55,8 triliun dan USD $ 105,5 juta.
Lebih spesifik lagi, institusi penegak hukum yang belum mampu menangkap buronan koruptor antara lain: Kejaksaan (21 orang), Kepolisian (13 orang), dan KPK (6 orang).
Berpegang pada pengalaman sebelumnya, BIN sempat memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada tahun 2015 lalu dan Samadikun Hartono di Cina pada tahun 2016.